Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menduga adanya praktek penyelundupan timah yang membuat produksi akhir tahun lalu turun. Menurut data Kementerian Energi, realisasi produksi timah hanya mencapai 78,965 ton alias 12% di bawah target 90,000 ton.
Demikian disampaikan Direktur Jenderal Mineral, Batubara, dan Panar Bumi (Minerbapabum), Bambang Setiawan, di sela-sela rapat kerja sektor ESDM tahun 2011 di Jakarta, Kamis (6/1).
"Bukan indikasi, saya hanya berasumsi. Saya tidak punya bukti. Tetapi logikanya, kalau harga naik penggalian yang tadinya tidak ekonomis menjadi ekonomis," ujar Bambang.
Dalam kurun waktu dua tahun terakhir, harga timah di pasar dunia memperlihatkan pertumbuhan yang signifikan. Berdasarkan data London Metal Exchange (LME), harga timah tahun 2009 hanya berkisar sekitar US$10,000 dan US$16,000 per ton. Pada 2010, angka itu naik menjadi US$16,000 dan US$26,000 per ton yang merupakan rekor tertinggi sejak 2008.
Menurut hitungan Bambang, nilai timah per 29 November hingga 29 Desember 2011 mencapai US$26,362 per ton. Maka, Bambang pun mencurigai ada sesuatu yang menyebabkan turunnya produksi timah tahun lalu.
"Kita harus lihat sisanya (timahnya) lari ke mana, apakah penyelundupan masih jalan atau tidak. Kalau biji timahnya saya yakin meningkat. Seharusnya, kalau tidak ada timah "keluar", produksi pasti mencapai target atau naik," ujar Bambang.
Dihubungi secara terpisah, Ketua Indonesia Mining Association Priyo Pribadi mengakui turunnya produksi timah pada saat kenaikan harga merupakan hal yang aneh.
"Penyelundupan pasti ada apalagi kalau harga tinggi. Untuk mengatasi ini, perlu kerja sama dengan aparat keamanan," ujar Priyo yang menyarankan Pemerintah menaikkan target tahun depan serta menyelaraskan antara planning (perencanaan) dan ekspektasi
Jumat, 07 Januari 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar