Melonjaknya harga minyak mentah dunia di atas USD90 per barel membuat harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi seperti pertamax ikut naik.
PT Pertamina (Persero) pun tak bisa menekan harga pertamax. Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan mengatakan, Pertamina tidak akan memberi subsidi untuk menekan kenaikan harga pertamax.Dalam menentukan harga pertamax, Pertamina tetap akan mengikuti harga keekonomiannya.“Harga minyak lagi naik,kami akan mengikuti harga pasar untuk jenis pertamax,” katanya di Jakarta kemarin. Karen membantah penyebab tingginya harga pertamax karena ongkos produksi Pertamina yang tidak efisien. Ongkos produksi itu hanya berapa persen dari bahan pokok.“
Yang mahal adalah bahan pokoknya (minyak). Sekarang harga minyak sedang naik, kami mengikuti harga pasar. Kalau pertamax ada kiat tertentu, strategi marketing, kapan kita bikin rendah,sama, atau lebih tinggi,”tandasnya. Dalam kesempatan yang sama, Vice President Corporate Communication Pertamina Moch Harun mengatakan,Pertamina akan terus mengkaji kenaikan harga minyak dalam dua pekan ke depan. Berdasarkan data Pertamina, harga jual pertamax di wilayah Jakarta dan sekitarnya mencapai Rp7.500/ liter.Harga ini naik dari sebelumnya Rp7.050/liter.
Sementara pertamax plus Rp7.900/liter, naik dari sebelumnya Rp7.540/liter. Harun tetap optimistis pertamax mampu bersaing dengan BBM sejenis yang dijual Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) milik asing.Menurut Harun, pertamax tidak hanya menjual oktan,tapi adaadditive yangmenyempurnakan pembakaran.“Jadi begini,kendaraan perlu vitamin,tidak hanya pokoknya saja. Oktan dan additive itu membersihkan engine,”paparnya.
Sementara itu, terkait pembatasan BBM subsidi yang akan diterapkan pemerintah mulai Maret mendatang, pengamat perminyakan Kurtubi memperkirakan harga pertamax akan terus naik seiring melonjaknya harga minyak mentah dunia.“Harga pertamax bisa saja menjadi Rp8.000/liter, kemudian Rp8.500/liter. Ini akan memberatkan pemilik kendaraan berpelat hitam yang harus mengonsumsi pertamax,”tuturnya kemarin.
Dia mengusulkan agar pembatasan BBM dibatalkan dan sebagai solusinya menaikkan harga premium secara bertahap hingga subsidi menjadi nol. Artinya, harga jual berbanding sama dengan biaya pokok premium. Jika saat ini harga minyak dunia USD90/barel dan nilai tukar rupiah sekitar Rp9.000/ dolar AS,biaya pokok premium sekitar Rp6.500/liter.
Hal senada diungkapkan Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi. Dia menilai, saat ini pembatasan BBM perlu dibatalkan hingga pemerintah siap secara konsep.“Pemerintah ingin menaikkan harga, tapi tidak memiliki nyali.Pembatasan BBM justru menyulitkan semua pihak dengan melihat tren kenaikan harga minyak yang berimbas pada kenaikan harga pertamax,” ungkapnya di Jakarta kemarin.
Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Adi Subagyo mengatakan, pembatalan rencana pembatasan BBM bersubsidi menjadi kewenangan pemerintah. Menurutnya, pembatasan BBM bersubsidi akan dilaksanakan mengingat sudah mendapat restu dari DPR. ”Kementerian ESDM sudah melakukan kajian sosial ekonominya,” tuturnya saat dihubungi kemarin.
Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, banyak hal yang menjadi pertimbangan pemerintah ketika melakukan pembatasan BBM bersubsidi, apalagi menaikkan harga BBM. Kalau harga BBM dinaikkan, berarti ada kekurangan secara fiskal. Kalau BBM dinaikkan,otomatis semua lapisan masyarakat akan terkena dampaknya.
Sementara jika selektif,misalnya,denganpembatasan BBM bersubsidi,pendekatannya dari fiskal dan keadilan.“ Tujuankita adil untuk semua dan subsidi yang diberikan harus tepat sasaran,walaupundalamUU APBNPemerintah berwenang untuk itu,”tandasnya.
Rabu, 05 Januari 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar